Sabtu, 26 November 2016

Puisi Hujan

Untuk D, orang yang kukasihi

Hujan datang lagi
Mungkin ia mendengar sedihmu
Teriakan sepimu

Hujan datang lagi
Tuk mengguyur habis
Segala resah di dada
Tuk temani tidurmu
Dengan melodinya yang
Mengalunkan kenangan

puisi 3 - romantisme dalam sedih

Untuk D, orang yang kukasihi

salahmu
menorehkan kenangan manis dalam hidupku

salahmu
selalu membuatku tersenyum bahagia

salahmu
mengalah di setiap perdebatan yang kumulai

salahmu
mampu memenuhi segala inginku yang macam-macam

kini ketika perpisahan tak bisa dihindari
segala sesuatu tentangmu masih ada
aroma tubuhmu masih tercium
suara beratmu masih terngiang
hembusan napasmu masih terasa
hangat pelukmu masih terlekat

kini ketika perpisahan tak bisa dihindari
aku masih di sini
terdiam
terpaku menatap ketiadaan

kini ketika perpisahan tak bisa dihindari
karena benteng terlalu tinggi
aku menyadari

salahku,
pernah jatuh cinta padamu

puisi 2 - romantisme dalam sedih

Untuk D, orang yang kukasihi

Hujan turun
Memuramkan gelapnya malam
Uap dinginnya
Mengendap-endap melalui ujung jemariku

Hujan turun
Membawa sebuah nama yang sangat menyukai hujan
Nama yang selalu
Berdebat denganku karena aku tidak suka hujan

Hujan turun
Alunan tiap tetesnya
Menghidupkan kembali memori tentang aku dan nama itu

Hujan turun
Dingin di luar dan hujan yang hangat mengalir di wajahku
Membayang hadir nama itu di hadapanku
Yang dulu menghangatkan jari-jariku yang selalu dingin
Terutama ketika

Hujan turun

-november 2016

puisi 1 - romantisme dalam sedih

Untuk D, orang yang kukasihi

Hari ini kubulatkan tekad
Mengakhiri kebahagiaan ini
Kebahagiaan fana yang kita lalui tiga tahun satu bulan

Sudahi hubungan aneh ini
Hubungan yang bagi agamaku terlarang
Dan bagi agamamu, entahlah, aku kurang paham

Angin sepoi pinggir waduk
Meniup rambutku, membelai wajahmu
Sorotan matahari sore tak jenuhnya
Menemani kita, menunggu dialog-dialog sedih selanjutnya
Gemercik gelombang air
Memecah keheningan, menyadarkan kita dari lamunan

Bulir-bulir bening pun berdesakan di pelupuk mataku
Ingin segera menumpahkan diri di pipi
Setelah memastikan dirimu tampak baik, mereka menghambur
Membuatku tidak terlihat tak apa-apa

Kalimat-kalimat, kata-kata, melayang di pikiran
Berkecamuk, sudah tak tahan dan hampir meledakkan kepalaku

Isakan, teriakan, tertahan dalam diri
Membuat dada pengap
Menggetarkan badanku yang dingin

Namun mulut ini
Tak sanggup mengungkap
Namun tubuh ini
Rasanya kaku membeku

Ingin ku merengkuhmu untuk yang terakhir
Tapi tangan ini hanya mampu mengusap rambutmu, pipimu, pundakmu
Mengapa?
Mungkin masih belum ingin ini yang terakhir

Kita lalu beranjak
Berjalan perlahan meyakinkan hati, ini nyata
Masing-masing pun mulai sadar
Ini memang yang terakhir
Dan kita terlanjur tak sempat saling memeluk
Hanya gandengan ini yang tersisa
Yang dalam beberapa detik lagi harus terlepas
Karena aku harus pulang